Netizentimes.id – Review Buku Bagaimana Demokrasi Mati – Buku Kontroversial Yang Pernah Dibaca Anies Baswedan akan kami ulas untuk kamu para pecinta buku, terutama buku-buku kontroversial.
Baca Review Buku The Mcdonaldization Of Society
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menjelang akhir tahun 2020 lalu menjadi perbincangan hangat setelah membagikan foto dengan pose membaca buku ‘How Democracies Die’ di media sosialnya. Sebenarnya Apa isi buku ‘How Democracies Die’ ini? sehingga memunculkan beragam respon, baik dari kawan maupun lawan politiknya.
Menurut keterangan dari laman Goodreads, buku tersebut pertama kali rilis pada tahun 2018 oleh Crown Publishing Group.
Buku ini ditulis oleh dua ilmuwan politik dengan reputasi mentereng, profesor Harvard, Steven Levitsky dan Daniel Ziblatt. Untuk veris dalam bahasa Indonesia telah diterbitkan oleh penerbit Gramedia Pustaka Utama dengan judul ‘Bagaimana Demokrasi Mati’. Kamu bisa memesan juga di WA Tampan Book Store, 082325605583.
kastara.id
Pada buku ini, kedua ilmuwan politik tersebut mengomentari fenomena kehadiran beberapa penguasa yang terkesan ‘diktator’, yang justru muncul lewat hasil pemilu. Mereka beropini bahwa sekarang demokrasi mati bukan disebabkan pemimpin diktator–jenderal militer–yang memperoleh kekuasaan melalui pemberontakan atau kudeta, namun justru oleh pemimpin yang menang lewat hasil proses pemilu.
Porsi buku ini sebagian besar mengulas mengenai fenomena yang ada di Amerika Serikat. Yaitu pada saat Donald Trump, yang diusung oleh Partai Republik, memenangkan Pemilu Presiden Amerika Serikat tahun 2016. Trump unggul atas kandidat Partai Demokrat, Hillary Clinton.
Padahal tidak sedikit lembaga survei lokal yang memberikan prediksi bahwa Trump akan kalah. Trump diduga kuat menang karena sukses memainkan isu rasisme kulit hitam dan menyebarkan ketakutan lewat hoax. Isu rasisme yang dilontarkan Trump memang membuat kelompok supremasi kulit putih di Amerika mendukung kemenangan sang presiden.
Setelah terpilih, Trump langsung melontarkan kata-kata kontroversial yang membuat dirinya terkesan seperti diktator. Antara lain pernyataan perang yang dipublikasikan melalui akun Twitter personalnya. meski hal itu cuma bacot doank di media sosial seperti yang sering dilakukan netizen +62, tapi itu membuat resah dan gelisah warga negaranya, wabil khusus yang anti kepadanya.
Wacana mendirikan tembok di perbatasan Meksiko-Amerika Serikat, mungkin untuk ibadah orang yahudi, kemudian kebijakan luar negeri Korea Utara dan Afghanistan yang memicu perang; reformasi pajak; sikapnya arogan kepada media yang mengkritiknya; ketidakpercayaannya pada fenomena perubahan iklim; hingga yang paling nyeleneh adalah pengakuan Trump atas Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
Buku Bagaimana Demokrasi Mati Tidak Hanya Mengulas Fenomena Di AS
Selain itu, buku ‘How Democracies Die’, juga memberikan ulasan tentang fenomena yang sama di Brasil, Filipina, hingga Venezuela. Fenomena presiden ‘diktator’ yang berkuasa melalu pemilu yang sah juga muncul di Peru, Polandia, Rusia, Sri Lanka, Turki, dan Ukraina.
Kematian demokrasi juga digambarkan sebagai pembajakan demokrasi secara legal. “Banyak usaha pemerintah membajak demokrasi itu legal, dalam arti disetujui lembaga legislatif atau diterima lembaga yudikatif. Boleh jadi upaya-upaya itu bahkan digambarkan sebagai upaya memperbaiki demokrasi–membuat pengadilan lebih efisien, memerangi korupsi atau membersihkan proses pemilu,” tulis Steven Levitsky dan Daniel Ziblatt.
“Surat kabar masih terbit namun sudah dibeli atau ditekan yang membuantnya menyensor diri. Masyarakat terus mengkritik pemerintah namun kemudian menghadapi persoalan pajak atau hukum lainnya,” ujarnya.
Lalu, bagaimana kematian demokrasi itu dapat terjadi? Pada buku tersebut dijelaskan secara gamblang bahwa kematian demokrasi dapat muncul justru saat kaum demagog (‘provokator’) ekstremis ditarik masuk ke dalam panggung utama perpolitikan.
Pendapat kedua ilmuwan tersebut didasari fenomena terpilihnya Trump dalam Pemilu AS 2016. Trump diklaim sebagai demagog yang sudah merusak demokrasi AS, walaupun negara itu mempunyai konstitusi yang kuat.
Sebelumnya, Anies memposting buku ‘How Democracies Die’ sembari menikmati suasana libur di akhir Minggu yang menyenangkan. “Selamat pagi semua. Selamat menikmati Minggu pagi,” kata Anies dalam akun Instagramnya, Minggu (22/11/2020).
Buku Bagaimana Demokrasi Mati Viral Dibaca Anies
Dalam foto itu, Gubernur Anies mengenakan baju koko berwarna putih dipadu dengan sarung berwarna cokelat. Anies membaca buku dengan judul ‘How Democracies Die’ sembari duduk manis menyilangkan kaki. Ia duduk di depan rak buku yang menjadi latar belakangnya.
Postingan Anies kemudian viral dan menjadi pro dan kontra. Bahkan, PDIP DKI menilai postingan itu sebagai gimik Anies.
“Daripada memperbanyak gimik, saran saya, Pak Anies lebih tekun dan konsentrasi saja sama penanganan pandemi di Jakarta yang meningkat tajam akhir-akhir ini, buah dari ketidaktegasan beliau,” kata Wakil Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Ima Mahdiah kepada wartawan, Minggu (22/11/2020).