Netizentimes.id – Pak Dadang Alias Dewa Kipas – Pahlawan Permainan Catur Online Fenomenal Asal Indonesia, akan kami ulas untuk kamu penggemar olahraga pengasah otak satu ini. Pak Dadang menjadi fenomenal setelah menang atas GothamChess di aplikasi game online Chess.com.
Baca Bermain Video Game Telah Mengubah Cara Orang Berpikir Tentang Diri Mereka Sendiri Dan Dunia
Permainan Catur merupakan olahraga yang sebenarnya cukup digandrungi di negeri ini. Permainan ini biasa dimainkan di pos ronda ketika bapak-bapak sedang menjalankan ronda malam, di cafe-cafe, maupun di tempat tongkrongan mana saja. Atlet-atlet catur kita bisa berprestasi di tingkat Asia, bahkan di beberapa kelas, kita bisa bersaing dengan atlit-atlit dari negara besar, seperti Amerika Serikat, Jerman, dan Norwegia.
Meski demikian, popularitas cabang olahraga ini masih kalah jauh dibandingkan dengan sepakbola, maupun basket. Kalau saya jadi atlet catur nasional, maka saya bakal kesal, karena merasa perhatian masyarakat di negeri ini lebih condong ke sepakbola. Padahal sepakbola hingga saat ini masih belum memberikan prestasi yang signifikan.
Kalau pun ada, itu masih sebatas tingkat Asia Tenggara, seperti juara Piala AFF U-16 dan AFF U-19, itu saja masih kelas usia, bukan senior. Sementara untuk tingkat senior, kita masih kesusahan untuk mengangkat Piala AFF. Bahkan untuk Sea Games saja kita belum pernah lagi mendapat medali emas sejak lebih dari 20 tahun lalu. Sementara, untuk olahraga catur, kita sudah bisa berbicara untuk level Asia.
Masyarakat kita juga lebih mengenal olahragawan seperti Bambang Pamungkas, Taufik Hidayat, Chris John, Yayuk Basuki, atau Susi Susanti daripada atlet-atlet catur seperti Utut Adianto dan Susanto Megaranto. Padahal kedua nama terakhir ini sudah mendapat gelar Grand Master, dan perlu diketahui bahwa sejauh artikel ini ditulis, hanya ada 8 Grand Master yang pernah ada di negara kita. Namun belum lama ini popularitas olahraga ini meningkat.
Hal itu disebabkan kemenangan pemain catur online asal Indonesia dengan nama akun Dewa Kipas yang mengalahkan akun GothamChess di aplikasi catur daring Chess.com. GothamChess bukanlah akun sembarangan. Akun ini merupakan milik Levi Rozman, seorang Grand Master catur asal Amerika Serikat. Selain itu, Levi juga seorang YouTuber konten kreator catur yang memiliki banyak pengikut.
Kemenangan tersebut menjadi viral karena pemilik akun Dewa Kipas, Dadang Subur bukanlah siapa-siapa, namun bisa mengalahkan Grand Master terkenal di muka Bumi. Dadang dianggap pahlawan oleh netizen Indonesia di tengah prestasi olahraga kita yang masih seret. Dadang dianggap David yang mampu menumbangkan Goliath yang jauh lebih kuat. Beliau mengaku sering melakukan permainan catur melawan komputer untuk latihan, sehingga saat melawan akun lain di Chess.com, ia menjadi cukup kuat.
Namun kemenangan tersebut menuai kontroversi karena akun Dewa Kipas dianggap curang dengan menggunakan aplikasi khusus, aplikasi yang menampilkan langkah-langkah yang harus diambil ketika bermain catur.
Seperti kita ketahui bersama, Levi Rozman dan para pengikutnya kemudian melakukan report kepada akun Dewa Kipas yang kemudian diketahui merupakan akun dari seorang pria 60 tahun bernama Dadang Subur. Report tersebut membuahkan hasil setelah investigasi dari ahli IT Chess.com yang memang menemukan indikasi kecurangan dari akun Dewa Kipas.
Dewa Kipas dianggap melakukan kecurangaan karena langkah-langkah yang dilakukannya dinilai tidak manusiawi untuk ukuran manusia. Hal itu karena langkah-langkahnya hanya bisa dilakukan oleh Grand Master kelas dunia, dan itu hanya segelintir orang saja yang kemungkinan bisa melakukannya. Namun Ali Akbar, anak dari Dadang Subur tidak terima perlakukan yang menimpa ayahnya. Ali kemudian menulis curhatannya di media sosial Facebook menegenai kronologis akun ayahnya dianggap curang dan dibanned.
Netizen Indonesia yang menaruh simpati kepada Dadang Subur dan Ali Akbar langsung bereaksi keras atas kejadian tersebut, ditambah rasa nasionalisme yang tinggi, para netizen kemudian menyerang akun YouTube dan Instagram Levi Rozman. Tak kuat dengan hinaan dan makian dari netizen Indonesia yang dikenal sadis dan kejam seperti omongan sebagian kecil dari ibu-ibu kompek di Negara Kesatuan Republik Indonesia, Levi langsung menutup akun YouTube di Indonesia sehingga tidak dapat diakses di negara ini.
Namun netizen Indonesia yang terlanjur kesal, juga tidak kehilangan akal. Mereka niat untuk menginstall VPN supaya bisa mengakses akun Youtube Levi, kemudian melanjutkan hinaan dan makian di kolom komentar. Tak puas dengan menghina Levi, mereka juga mencari akun instagram pacar Levi dan menumpahkan kekesalan di akun tersebut, seakan mereka membenarkan survei Microsoft, bahwa netizen negara kita dikenal paling tidak sopan di muka Bumi. Sungguh mengherankan untuk sebuah negara yang dikenal ramah penuh sopan santun gemah ripah loh jinawi ini.
Levi sendiri sampai heran, karena ia pernah berkunjung ke Indonesia, tepatnya di Jakarta dan Bali, dan pada kunjungan tersebut ia menilai bahwa orang Indonesia sangat baik hati dan ramah-ramah, namun ia kaget karena mendapat makian kejam yang belum pernah ia terima dari netizen dari negara mana pun di dunia ini. Penulis sendiri kemudian menilai bahwa omongan Levi bahwa orang-orang Indonesia sebenarnya baik hati dan ramah jika posisinya offline, tapi jika dikasih gawai dan membuat akun media sosial, mereka menjadi sosok yang sadis seperti suku primitive.
Dari Permainan Catur Online Menuju Permainan Offline
Baik, sekarang kita kembali lagi membahas soal catur dan kontroversi Pak Dadang, daripada melebar ngomongin netizen Indonesia. Buntut dari kontroversi ini, PERCASI kemudian ikut bersuara, dan mendukung upaya banned yang dilakukan Chess.com apabila memang terindikasi curang. Deddy Courbuzier, Podcaster terkenal Indonesia kemudian mengundang Dadang Subur ke dalam podcastnya.
Undangan Dadang Subur ke podcast Deddy Courbuzier menuai banyak komentar, antara lain dari Grand Master Wanita Indonesia, Irene Sukandar. Irene sampai harus membuat surat terbuka kepada Deddy atas undangan kepada Dadang Subur. Deddy kemudian merespon surat terbuka tersebut dengan mengundang Irene ke dalam podcastnya. Singkat cerita, Deddy kemudian menggelar pertandingan persahabatan yang mempertemukan Irene Sukandar dan Dadang Subur, dengan total hadiah 300 juta rupiah.
Pertandingan tersebut kemudian digelar dengan waktu 10 menit untuk setiap pemain yang dimainkan dalam 3 babak. Irene Sukandar, sang anak ajaib, Queen’s Gambitnya Indonesia, Grand Master tim nasional yang menorehkan banyak prestasi, melawan Dadang Subur, bapak-bapak antah berantah yang viral karena kemenangan atas Grand Master dunia di Chess.com. Tidak sedikit netizen yang mendukung Pak Dadang untuk mengalahkan Irene.
Sepertinya netizen terpengaruh film-film bertema olahraga produksi Disney atau Hollywood, yang biasa mempertemukan sosok protagonis melawan antagonis. Protagonis selalu digambarkan lewat karakter orang yang seringkali diremehkan, kemudian mengalahkan antagonis yang digambarkan jauh lebih mapan dan perkasa.
Sosok protagonis diwakilkan oleh Pak Dadang subur, sebagai warga biasa yang mampu menaklukan sosok kuat, kemudian harus melawan sosok lain yang jauh lebih kuat dari lawan sebelumnya, sementara antagonis diwakilkan oleh Irene, sosok yang lebih mapan dan kuat. Mapan dalam arti karena dia telah bergelar Grand Master Wanita, dan menjadi langganan timnas Indonesia sedari muda. Btw perlu saya garis bawahi bahwa protagonis dan antagonis di sini bukan untuk menilai baik dan jahat, namun hanya sekedar analogi hiperbolis saja.
Pak Dadang seperti mewakili sosok underdog yang banyak ‘diremehkan’ oleh sebagian kalangan, namun dianggap pahlawan oleh sebagian yang lain. Irene sendiri saya analogikan sebagai sosok antagonis karena dianggap ‘mengganggu’ sang pahlawan yang dielu-elukan oleh banyak netizen. Komentar dan cara Irene meluruskan seakan-akan merusak imajinasi netizen akan sosok pahlawan perang bernama Dadang Subur.
Namun, bagi banyak netizen yang jauh lebih mengerti dan mengenal catur, tentu saja akan mendukung Irene untuk menang di laga ini. Kalangan ini tidak menilai dari sudut pandang imajinasi protagonis melawan antagonis, namun menilai secara logis karena Irene merupakan atlet catur nasional yang telah mendunia, sementara lawannya tidak diketahui asal-usulnya di duia percaturan nasional maupun internasional.
Hasilnya, seperti prediksi banyak orang yang mengerti seluk beluk catur, Irene menang dengan telak di 3 babak pertarungan. Irene bermain sempurna, sementara lawannya, Pak Dadang, beberapa kali melakukan blunder fatal yang mengakibatkan Irene menang. Menurut saya wajar jika Irene menang, karena dia pemain profesional dan setiap hari berlatih, dia juga sering bertemu lawan-lawan berat di pertarungan internasional secara langsung maupun virtual.
Sementara Pak Dadang sudah lama tidak bermain catur, dan baru kembali bermain setelah diperkenalkan aplikasi Chess.com. Kekalahan Pak Dadang bukan berarti membuktikan bahwa beliau curang ketika melawan Grand Master Levi Rozman. Ada banyak faktor mengapa Pak Dadang bisa menang melawan Levi. Mereka bertarung secara virtual, yang artinya satu sama lain tidak melihat wujud lawan di depannya. Pak Dadang juga bermain santai sambil rebahan tanpa beban apa-apa.
Levi juga bermain tanpa persiapan apa pun, dan itu bisa jadi yang membuatnya melakukan blunder, sehingga Pak Dadang bisa memanfaatkan kelengahan tersebut. Sedangkan pada saat melawan Irene, Pak Dadang berhadapan langsung, serta menyadari pertandingan itu disaksikan banyak pasang mata secara virtual. Hal ini mempengaruhi mental Pak Dadang. Dan di sinilah mental Irene lebih kuat karena terbiasa dengan euforia tersebut. Setidaknya Pak Dadang berani turun gunung kembali, dari permainan catur online menuju permainan offline.
Irene Sukandar memang pantas menyandang gelar Grand Master. Sementara, meski kalah, bukan berarti Pak Dadang terbukti melakukan kecurangan sewakatu bermain di Chess.com. Hal positif dari drama ini adalah kembali meningkatnya popularitas catur di mata masyarakat Indonesia, khususnya di kalangan generasi muda. Semoga ke depan, prestasi catur terus mengalami peningkatan.