Netizentimes.id – Membaca Buku G30S PKI Dari Sudut Pandang Lain. Mayor Jenderal Soeharto berambisi menghabisi PKI sampai ke akar-akarnya pasca ditemukannya tujuh perwira TNI AD dalam kondisi tak bernyawa di Lubang Buaya. Soeharto melihat gerakan PKI sudah berkembang ke beberapa daerah, salah satunya yaitu di Kentungan Yogyakarta.
Baca Review Buku Bagaimana Demokrasi Mati – Buku Kontroversial Yang Pernah Dibaca Anies Baswedan
Di kawasan tersebut, mereka menghabisi nyawa Komandan Resimen Kol Katamso dan Kepala Stafnya Letkol Gijono. Gijono merupakan ajudan sekaligus perwira operasi tatkala Soeharto memimpin serangan umum 1 Maret 1949.
“Sebab itu saya mesti mengadakan tindakan yang cepat tetapi pasti. Saya mesti mengadakan pengejaran, pembersihan dan penghancuran,” kata Mayor Jenderal Soeharto dalam Otobiografi Soeharto: Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya. Terbitan PT Citra Lamtoro Gung Persada 1989.
mmc.tirto.id
Akan tetapi, ternyata terjadi perbedaan antara Presiden Soekarno dengan Mayjen Soeharto, terlebih ketika Presiden Soekarno mengatakan peristiwa G30S merupakan sebuah riak kecil di samudera. Ketika itu Presiden Soekarno mempunyai hubungan dekat dengan PKI, serta beberapa dedengkotnya. Pada sejumlah buku G30S PKI memang dikisahkan Bung Karno dekat dengan tokoh-tokoh komunis.
Baca Review Buku The Mcdonaldization Of Society
“Presiden Soekarno mengumumkan sikap yang sama sekali lain daripada tindakan dan langkah yang saya buat. Lebih-lebih perbedaan paham itu terasa setelah Bung Karno mengatakan bahwa apa yang terjadi dengan G30S itu hanyalah “een rimpeltje in de oceaan (sebuah riak kecil di samudera),” kata Mayor Jenderal Soeharto.
Perbedaan pandangan antara kedua tokoh ini bukan terjadi sekali saja. Kedua tokoh besar tersebut sempat berbeda pendapat mengenai adanya keterkaitan perwira AU pada Gerakan 30 September.
mmc.tirto.id
Pada waktu itu, 2 Oktober 1965, Bung Karno memanggil Mayor Jenderal Soeharto ke Istana Bogor. Setelah tiba di Istana Bogor, keadaan sangat panas. Hal itu disebabkan adanya kecurigaan Mayjen Soeharto kepada Kepala Staf AU Marsekal Madya TNI Omar Dhani yang ikut terlibat dalam G30S ada di sana.
“Soeharto, kejadian seperti ini kejadian biasa dalam revolusi, dan kita harus mengerti. Malah dalam hal ini kita harus prihatin. Angkatan Darat jangan sampai mencurigai angkatan lain. Omar Dhani telah memberitahu kepada saya, Angkaatan Udara tak tahu menahu mengenai peristiwa ini. Dan saya juga telah mengatakan kepada Omar Dhani, Angkatan Darat tidak tahu menahu soal ini, dan sama sekali tidak ikut campur,” kata Presiden Soekarno kepada Mayjen Soeharto kala itu.
Akan tetapi, Mayjen Soeharto langsung buka suara. “Tetapi kenyataannya lain Pak. Banyak laskar Pemuda Rakyat mengadakan kegiatan dan latihan di sekitar Pangkalan Halim dan mereka juga memiliki senjata api yang kelihatannya seperti yang dimiliki Angkatan Udara.”
Diskusi sengit tak terelakkan lagi antara Soeharto, Omar Dhani dan seorang anggota Angkatan Udara lainnya, Leo Watimena. Kedua anggota Angkatan Udara tersebut menepis dugaan bahwa senjata itu adalah milik angkatannya. Tapi, Soeharto lalu memerintahkan ajudannya untuk membawa senjata yang berhasil diambil dari sekitar Halim.
Presiden Soekarno kemudian menyaksikan senjata tersebut dan menyerahkannya kepada Leo Watimena untuk dilihat dengan seksama. Setelah dilihat dengan teliti, Leo akhirnya mengaku bahwa senjata tersebut milik Angkatan Udara.
“Mungkin mereka mencurinya dari gudang. Kami akan meneliti lagi Bapak Presiden,” kata Leo. Sedangkan, Omar Dhani tidak mengeluarkan respon apapun mengenai hal itu.
Gerakan 30 September (G30S) adalah salah satu peristiwa penting dalam sejarah Indonesia modern, kondisi dan orientasi Indonesia menjadi berubah sebelum dan setelah peristiwa itu. Berbagai buku G30S PKI menceritakan hal itu.
Soeharto sebagai tokoh yang memainkan sejumlah peran strategis di tahun 1965 penting untuk menjadi objek kajian mengingat peristiwa itu yang membawanya selama lebih dari tiga puluh tahun berada di tampuk kekuasaan Indonesia, menggantikan Presiden Sukarno.
Sepanjang kurun waktu tersebut, Gerakan 30 September selalu dikaitkan dengan Partai Komunis Indonesia, sebuah partai berideologi kiri terbesar yang pernah ada di negeri ini. Setelah dua dekade Soeharto tidak lagi berkuasa dan peristiwa tersebut telah memasuki umur setengah abad, pada tahun 2015 beberapa media berita daring (online) Indonesia menceritakan kembali kejadian bersejarah tersebut.
Studi ini berdasarkan dari premis bahwa besarnya daya muat ruang di internet, serta dukungan pranala (hypertext) pada web, termasuk adanya referensi yang tidak sedikit mengenai Peristiwa Gerakan 30 September dan setelah Gerakan 30 September, memberikan kemungkinan situs berita menghadirkan memori yang lebih beraneka ragam.
Penelitian ini melahirkan sebuah pertanyaan: Bagaimana media berita online di Indonesia menghadirkan suatu memori atas peran Soeharto dan G30S setelah 50 tahun berlalu? Dengan menggunakan metode memori media dari Motti Neiger dkk serta teori Paradigma Naratif Fisher, studi ini memakai metode framing dari Pan dan Kosicki untuk menganalisa 27 artikel yang tersebar di enam laman berita Indonesia.
Ditemukan bahwa Soeharto dihadirkan pada dua narasi utama. Pertama, Soeharto sebagai tokoh militer ‘penyelamat’ yang sukses menggagalkan rencana kudeta. Kedua, Soeharto sebagai ‘avonturir’ yang mengetahui rencana kudeta tersebut dan menjalankan semua usaha untuk menghentikan dan mengambil keuntungan atasnya. Itu dalam 27 artikel tersebut, bukan berdasarkan buku G30S PKI.
Buku G30S PKI Dari Sudut Pandang Pernyataan Soekarno
era.id
Kedua narasi ingatan media tersebut memenuhi parameter konsistensi internal (dalam teks). Kelemahannya terdapat pada kurangnya ketepatan eksternal saat dikonfirmasi antarteks. Studi ini menemukan bahwa internet dengan ruang yang nyaris tak terbatas, bukanlah jaminan untuk menghadirkan narasi ingatan yang lengkap dan beraneka ragam. Kamu bakal butuh buku G30S PKI yang sekiranya bisa menjelaskan hal itu.
Maka dari itu, terdapat sebuah buku yang berbicara perihal Gerakan 30 September dari sebuah sudut pandang. Buku ini merupakan kumpulan pernyataan Soekarno mengenai Gerakan 30 September berjudul ‘Kumpulan Pernyataan Bung Karno Tentang Gerakan 30 September’, sebuah buku G30S PKI menarik.
Setidaknya buku ini menjadi salah satu referensi menarik terkait peristiwa bersejarah tersebut. Untuk pemesanan silakan hubungi ig Tampan_book_store atau hubungi WA 082325605583. Selain itu kamu juga terdapat berbagai buku menarik seputar G30S atau referensi buku G30S PKI lain di toko online tersebut.
Sebenarnya banyak sekali buku G30S PKI yang bercerita dari berbagai sudut pandang. Apakah kamu sudah baca semua?
Jika kamu belum membaca semua buku G30S PKI, maka kamu perlu membacanya apabila kamu memiliki ketertarikan terhadap sejarah bangsa Indonesia ini.